Laman

Senin, 13 Agustus 2012


LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN
ANGINA STEMI

Definisi

Angina stemi (ST Elevasi MI) adalah suatu keadaan ischemic otot jantung karena kurangnya suply oksigen pada otot jantung yang disebabkan oleh sumbatan total arteri coronaria, beban kerja jantung meningkat, kemampuan darah mengikat oksigen menurun. Hal ini akan menyebabkan infark miokard yang luas. Di tandai dengan nyeri dada yang dapat timbul saat aktifitas ataupun istirahat dan serangan dapat berulang hingga 30 menit.

Etiologi

1.      Atherosclerosis
2.      Spasme arteri koronaria
3.      Beban jantung meningkat
Factor Resiko
1.      Bertambahnya usia
2.      Riwayat keluarga
3.      Obesitas
4.      Merokok
5.      Diabetes

Pemeriksaan Diagnostik

1.      EKG
·         Segmen ST elevasi, namun normal saat serangan hilang
·         Aritmia (bila ada harus dicatat)
2.      Laboratorium darah
·         Complete Blood Cells Count
Anemia dan PCV menurun
Leukosit
·         Fraksi lemak
Terutama kolesterol (LDL / HDL) dan trigliserit
·         Serum tiroid
Hipothiroid / hiperthiroid
·         Cardio iso enzim
3.      Radiologi
·         Thorax Rontgen : hipertrofi jantung
·         Echocardiogram : melihat penyimpangan gerakan katub, ukuran ruang katub
·         Scanning jantung : untuk melihat luas daerah ischemic pada jantung
·         Ventrikulagrafi : untuk melihat kemampuan kontraksi otot jantung
·         Katerisasi jantung : untuk melihat lokasi sumbatan dengan tepat

Pengkajian

1.      Riwayat keperawatan
Ø  Keluhan nyeri dada (lokasi, penyebab, lama nyeri)
Ø  Gambaran nyeri (gejala barubul atau sering hilang timbul)
Ø  Pekerjaan
Ø  Hoby (menunjukkan gaya hidup Px)
Ø  Kaji faktor resiko penyakit jantung
    • riwayat penyakit klien : Dm, hipertensi, penyakit pembuluh darah, dll.
    • Riwayat kesehatan lain (peningkatan kolesterol, kebiasaan merokok, konsumsi minuman alkohol, dll)
Ø  Obat-obatan: terapi obat-obatan yang didapat saat timbul serangan
Ø  Riwayat gangguan sistem gastrointestinal (kesulitan mencerna)
Ø  Riwayat kesehatan keluarga (penyakit jantung dan pembuluh darah)
2.      Pemeriksaan fisik
Ø  Aktivitas / istirahat : dispnea saat kerja, gangguan pola tidur
Ø  Sirkulasi : takikardi, disritmia, TD normal/meningkat/menurun, bunyi jantung, kulit membren mukosa lembab, pucat pada saat vasokonstriksi.
Ø  Makanan dan cairan : mual, nyeri ulu hati, ikat pinggang sesak, distensi gaster.
Ø  Integritas ego : ketakutan, mudah marah.
Ø  Nyeri / ketidaknyamanan : wajah berkerut, meletakkan pergelangan tangan pada midsternum, memijit tangan kiri, tegangan otot, gelisah.

Prioritas Masalah

1.      Mengurangi keluhan nyeri
2.      mencegah terjadinya komplikasi miokard
3.      membantu klien dalam mengubah gaya hidup
4.      memberikan informasi tentang proses penyakit dan pengobatan
5.      mendukung klien / orang terdekat dalam melakukan perubahan pola hidup

Diagnosa Keperawatan

1.      Perubahan kenyamanan: nyeri akut b/d ischemic otot jantung, ketidakseimbangan supply dan kebutuhan oksigen miokard.
2.      Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik b/d ketidakcukupan pengetahuan tentang diet, program terapi, aktivitas, tanda dan gejala komplikasi.
3.      Ansietas b/d ancaman integritas biologis yang dirasakan skunder terhadap serangan jantung.


Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa 1 :
Perubahan kenyamanan : nyeri akut b/d ischemic otot jantung, ketidakseimbangan supply dan kebutuhan oksigen myokard
·         Data penunjang :
S       :     chest pain seperti diremas/ditekan beban berat, sesak nafas, mual muntah, berkeringat dingin, pusing.
O      :     Diaphoresis, reaksi non verbal Px
               Pola EKG: ST depresi/elevasi, gelombang T inversi
·         Sasaran : Kebutuhan rasa nyaman klien terpenuhi
·         Tujuan :
6.      Nyeri berkurang atau hilang
7.      Ischemic tidak berkembang
·         Kriteria standart :
S       :     nyeri berkurang / hilang, sesak nafas hilang, tidak mual muntah, tidak berkeringat dingin
O      :     Hasil EKG: ST isoelektrik, gel.T positif, tidak muncul Q patologis
               LDH <240 u/l, SGOT <18 u/l, CKMB < 10 u/l
·         Intervensi :
1.      Kurangi atau batasi aktivitas fisik selama terjadinya serangan.
2.      Posisi tidur supine semi fowler
3.      Pelihara ketenangan, lingkungan nyaman, batasi jumlah pengunjung Px
4.      Monitor vital sign setelah pemberian obat anti nyeri dan tiap 5 menit selama 20 menit/lebih secara teratur bila keadaan belum stabil
5.      Monitor vital sign, bunyi jantung tiap 2 jam bila keadaan sudah stabil dan catat tiap perubahan penting yang timbul.
6.      Observasi timbulnya nyeri dengan melihat isyarat verbal dan non verbal.
7.      Rawat dan pertahankan IV line/infus bila ada.
8.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit jantung (rendah garam-rendah lemak, dan rendah kalori jika klien gemuk)
9.      Bantu klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
10.  Diskusikan dengan klien tentang hal-hal yang dapat mempercepat timbulnya serangan nyeri dan tentang perubahan aktifitas sehari-hari.
11.  Kolaborasi dengan tim medis untuk program terapi:
·         Vasodilator : nitrogliserin (transdermal, oral/sub-lingual)
·         Analgetik ringan
·         Narkotik (morphin atau pethidin) bila perlu
·         Tranquilizer, beta bloker, barbiturat, anti-lipemic, anti-aritmia, anti-hipertensi, diuetik, (bila ada indikasi kusus)
12.  Monitor reaksi / efek yang diharapkan, efek samping dan toxisitas terapi

Diagnosa 2 :
Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terpeutik b/d ketidakcukupan pengetahuan tentang diet, program terapi, program aktivitas dan tanda dan gejala komplikasi.
·         Data penunjang :
S       :     klien menanykan tentang keadaan penyakit, penyebab, det, faktoe\r pencetus, pengobatan dan hal-hal yang harus dilakukan setelah sembuh.
O      :     Tingkat pendidikan klien, pemahaman klien tentang kondisinya.
·         Tujuan / sasaran : klien memahami tentang penyakit dan penatalaksanaannya
·         Kriteria standart :
Kien dapat:
1.      Menjelaskan pengertian, penyebab, faktor pencetus penyakitya
2.      Menjelaskan manfaat daru diit yang diberikan
3.      Melaksanakan tindakan yang harus dilakukan setelah sembuh dan pulang ke rumah.
·         Intervensi :
1.      Mendiskusikan dengan klien / keluarganya tentang pengertian yang mendasari proses penyakit dan tujuan pengaturan gaya hidup.
2.      Mendiskusikan gejala yang timbul dari penyakit klien serta menkonsultasikan dengan tim medis.
3.      Mendiskusikan tentang penyebab dan faktor pencetus timbulnya serangan.
4.      Menjelaskan tentang tujuan pemberian obat, reaksi dan efek samping serta penggunaan obat profilaksis (harus dinilai lebih dulu stree yang dialami klien sebelum pemberian terapi.
5.      Mendiskusikan efek vasokonstriksi akibat kebiasaan merokok.
6.      Mendiskusikan tentang jenis makanan yang harus dibatasi dan memberikan contoh menu yang sesuai dengan diitnya.
7.      Mendiskusikan perubahan pola aktivitas dan mengajarkan cara mengukur nadi



Diagnosa 3 :
Ansietas b/d ancaman integritas biologis yangdirasakan skunder terhadap serangan jantung.
·         Data penunjang :
S       :     klien mengatakan tidak berdaya, takut mati, gelisah, menanyakan perkembangan penyakitnya.
O      :     1.   Emosi: cemas / sedih / marah / menolak diagnosa / menangis, gelisah
               2. Fisiologi : peningkatan nadi, TD, RR, perubahan ringgi suara, kelemahan / keletihan, palpitasi, gemetar, diaphoresis
·         Tujuan / sasaran : koping individu berlangsung efektif
·         Kriteria standart :
1.      Klien dapat :
a.       Mengekspresikan perasaannya secara wajar
b.      Mendiskusikan pengaruh terhadap diri / gaya hidupnya kepada perawat / orang lain
2.      Klien merasa optimis bahwa penyakitnya dapat disembuhkan.
3.      Klien optimis menghadapi masalah kesehatannya setelah sembuh
·         Intervensi :
1.      Observasi tanda-tanda kecemasan.
2.      Anjurkan klien untuk berkomunikasi dengan tim perawat dan orang terdekat.
3.      Bila perlu, mengatasi perilaku klien dan membantu dalam hal perubahan konsep body image.
4.      Nilai pengaruh sakit terhadap kebutuhan sez klien dan beri informasi konsultasi secara pribadi (bila perlu).
5.      Observasi perubahan vital sign.
6.      Perawatan lanjutan terhadap stress (gali faktor penyebab dan cari alternatif pemecahan masalah


DAFTAR PUSTAKA
 
Juni,W.U. 2010. Keperawatan Kardio Vaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Ester, M. 2002. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: EGC

Minggu, 12 Agustus 2012



A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
• Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
• Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
• Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

G. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal

H. PATHWAY

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.


J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
 Askep Diabetes Mellitus (DM)


A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada pembuluh basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.(Arif Mansyoer, 1997 : 580)
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. Diabetes Mellitus digolongkan sebagai penyakit endokrin atau hormonal karena gambaran produksi atau penggunaan insulin (Barbara C. Long, 1996:4)
Diabetes Mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abmormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurogenik dan kardiovaskuler (Hotma Rumoharba, Skp, 1997).
Diabetes Mellitus adalah penyakit herediter (diturunkan) secara genetis resesi berupa gangguan metabolisme KH yang disebabkan kekurangan insulin relatif atau absolut yang dapat timbul pada berbagai usia dengan gejala hiperglikemia, glikosuria, poliuria, polidipsi, kelemahan umum dan penurunan berat badan.
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Association (1997) sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:
1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut):
a. Autoimun
b. Idiopatik
2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin).
3. Diabetes tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta:
1) Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
2) DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
1) Pankreatitis
2) Tumor / pankreatektomi
3) Pankreatopati fibrotakalkus
d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, dan hipertiroidism.
e. Karena obat / zat kimia
1) Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2) Glukokortikoid, hormon tiroid
3) Tiazid, dilantin, interferona, dll.
f. Infeksi: rubela kongenital, sitomegalovirus
g. Penyebab imunologi yanng jarang : antibodi antiinsullin
h. Sindrom genetik lain yanng berkaitan dengan DM: sindrom down, sindrom kllinefelter, sindrom turner, dll.
4. Diabetes Mellitus Gestasional

B. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin ( DMTI ) di sebabkan oleh destruksi sel beta pulau lengerhands akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin ( DMTTI ) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin.

C. Patofisiologi
Karena proses penuaan, gaya hidup, infeksi, keturunan, obesitas dan kehamilan akan menyebabkan kekurangan insulin atau tidak efektifnya insulin sehingga sehinga terjadi gangguan permeabilitas glukosa di dalam sel.
Di samping itu juga dapat di sebabkan oleh karena keadaan akut kelebihan hormon tiroid, prolaktin dan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan peningkatan glukosa darah.peningkatan kadar hormon – hoormon tersebut dalam jangka panjang terutama hormon pertumbuhan di anggap diabetogenik ( menimbulkan diabet ). Hormon – hormon tersebut merangsang pengeluaran insulin secara berlebihan oleh sel-sel beta pulau lengerhans paankreas, sehingga akhirnya terjadi penurunan respon sel terhadap innsulin dan apabila hati mengalami gangguan dalam mengolah glukoosa menjadi glikogen atau proses glikogenesis maka kadar gula dalam darah akan meningkat.
Dan apabila ambang ginjal dilalui timbullah glukosuria yang menybebkan peningkatan volume urine, rasa haus tersimulasi dan pasien akan minum air dalam jumlah yang banyak ( polidipsi )karena glukosa hilang bersama urine, maka terjadi ekhilangan kalori dan starvasi seeluler, slera makan dan orang menjadi sering makan ( polifagi ).
Hiperglikemia menyebabkan kadar gula dalam keringat meningkat, keringat menguap, gula tertimbun di dalam kulit dan menyebabkan iritasi dan gatal – gatal. Akibat hiperglikemia terjadi penumpukan glukosa dalam sel yang yang merusak kapiler dan menyebabkan peningkaatan sarbitol yang akan menyebabkann gangguan fungsi endotel. Kebocoran sklerosis yang menyebabkan gangguan – ganguan pada arteri dan kepiler.
Akibat hiperglikemia terjadi penimbunan glikoprotein dan penebalan membran dasar sehingga kapiler terganggu yang akan menyebebkan gangguan perfusi jaringan turun yang mempengaruhi organ ginjal, mata, tungkai bawah, saraf. ( Elizabeth J. Corwin, 2001 )



D. Manifestasi Klinis
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Polifagia
4. Penurunan berat badan
5. pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan kram otot, ( gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis ).
Gejala lain yangmungkin di dikeluhkan pada pasien adalah kesemutan, gatal-gatal, mata kabur dan impotaansi pada pria. ( Mansjoer, 1999 )

E. Gejala Kronik
Gejala Kronik Diabetes Mellitus
Kadang-kadng pasien yang menderita penyakit Diabetes Mellitus tidak menunjukkan gejala akut ( mendadak ), tapi pasien tersebut menunjukkan gajala sesudah beberapa bulan atau beberapa bulan mengiap penyakit DM. gejala ini disebut gejala kronik atau menahun, adapun gejala kronik yang sering timbul adalah :
- Kesemutan
- Kulit terasa panas ( medangen ) atau seperti terusuk jarum
- Rasa tebal di kulit sehingga seeehingga kalau berrjalan seperti di atas bantal atau kasur
- Kram
- Mudah mengntuk
- Capai
- Mata kabur, biasanya seeing ganti kaca mata
- Gatal sekitar kemaluan, terrutama pda wanita
- Gigi mudaah lepas daaan mudaah goyah
- kemempuan seksual menurun atau bahkan impoten
- terjaddi hambatan dalam pertumbuhan dalam anak-anak
( Tjokro Prawito, 1997 )

Adapun kelompok resiko tinggi yang memudahkan terkena penyakit diabetes melitus adalah:
- kelompok resiko tinggi untuk penyakit diabetes mellitus
- kelompok usia dewasa tua (lebih dari 40 tahun)
- kegemukan
- tekanan darah tinggi
- riwayat keluarga DM
- riwayat DM pada kehamilan
- riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi 4 kg
- riwayat terkena penyakit infeksi virus, misal virus morbili
- riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan golongan kortikosteroid.
( Tjokro Prawito, 1997 )

F. Pemeriksaan Penunjang
 Glukosa darah: meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih
 Aseton plasma (keton): positif secara menyolok
 Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
 Osmolalitas serum: menngkat tetapi biasanya kurang dari 330 m Osm/l
 Natrium: mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium: normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun
Fosfor: lebih sering menurun.
 Hemoglobin glikosilat: kadarnya menngkat 2 – 4 kali lipat
 Gas darah arteri: biasanya menunjukkan PH rendah dan penurunan pada HCO3 (Asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
 Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentraasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
 Ureum/Kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
 Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari Diaabetes melitus (Diabetik ketoasidosis)
 Pemeriksaan fungsi ttiroid: peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat menongkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin
 Urin: gula dan asetan positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
 Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi saaluran kemih, infeksi pernafasan, dan infeksi pada luka.

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi akut dan kronis. Jika pasien berhasil mengatasi diabetesnya,ia akan terhindar dari hiperglikemia dan hipoglikemia.
Penatalaksanaan medis pada pasien diabetes mellitus tergantung pada ketepatan interaksi tiga faktor:
 Aktivitas fisik
 Diit
 Intervensi farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral atau insulin.
Intervensi yang direncanakan untuk diabetes harus individual, harus berdasarkan pada tujuan, usia, gaya hidup, kebutuhan nutrisi, maturasi, tingkat aktivitas, pekerjaan, tipe diabetes pasien dan kemampuan untuk secara mandiri melakukan ketrampilan yang dibutuhkan oleh rencana penatalaksanaan.
Tujuan awal untuk pasien yang baru didiagnosa diabetes atau pasien dengan kontrol buruk diabetes harus difokuskan pada yang berikut ini:
 Elminasi ketosis, jika terdapat
 Pencapaian berat badan yang diinginkan
 Pencegahan manifestasi hiperglikemia
 Pemeliharaan kesejahteraan psikososial
 Pemeliharaan toleransi latihan
 Pencegahan hipoglikemia
Pengelolaan Hipoglikemia:
a. Stadium permulaan (sadar):
 Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/ permen gulamurni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan makanan yang pengandung hidrat arang
 Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah sewaktu
b. Stadium lanjut (koma hipoglikemia):
 Penanganan harus cepat
 Berikan larutan dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena setiap glukosa darah dalam nilai normal atau di atas normal disertai pemantauan glukosa darah
 Bila hipoglikemia belum teratasi, berikan anatagonis insulin seperti: adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 1 mg intravena/ intramuskular
 Pemantauan kadar glukosa darah.

I. Komplikasi
a. Akut
 Koma hipoglikemia
 Ketoasidosis
 Koma hiperosmolar nonketotik
b. Kronik
 Makroangiopati, menegnai pembuluh darah besar, pembukluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak
 Mikroangiopati, mengenaipembuluh darah kecil, retino diabetik, nefropati diabetik
 Neuropati diabetik
 Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitas, dan infeksi saluran kemih
 Kaki diabetik.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat
 Informasi Umum:
 Umur
 Sex
 BB sebelum dan sesudah sakit
 TB
 Jika klien telah terdiagnosa
 Gejala spesifik
 Kapan gejalan tersebut muncul
 Obat-obat diabetes: nama, berapa lama, cara penyuntikan RX. Obat
 Jenis stressor: pekerjaan, rumah atau keluarga,penyaakit lain
 Jenis monitoring: darah, urin
 Program latihan: jenis
 Riwayat kesehatan dan masa lalu
 Riwayat keluarga: DM, penyakit jantung, stroke, obesitas, riwayat lahhir mati, kelahiran, dengan bayi 9 bulan
 Riwayat kesehatan saat ini:
 Pandangan double kabur
 “Cramp” kaki pada saat jalan dan saat istirahat tidak nyaman
 Pada extrimitas terasa: baal, perubahan warna, dingin, kesemutan, nyeri.
 Jika terdapat diare: fekol inkontinensia, kapan terjadinya
 Adakah masalah pemasukan
 Adakah masalah pemasukan: urin tersisa di vesicaurinaria menyebabkan rasa penuh yang aba
 Concern klien dan keluarga: harapan dan kebutuhhan khusus

2. Pemeriksaan Fisik
 Tingkat kesadaran → orientasi klien respon terhadap stimulasi
 Tanda vital: N, S, TD, P, nafas bau aseton
 Manifestasi komplikasi: tanda retinopati → ophtamoncopic
 Suhu kulit, nadi lemah (posterior tibial dan dorsalis pedia)
 Sensasi: tumpul dan tajam
 Reflex
c. Psikososia
 Gambaran klien tentang dirinya sebelum terdiagnosa dan persepsi saat ini.
 Kapan klien terhadap kemampuan untuk melakukan tugas dan fungsi
 Interaksi klien dengan anggota keluarga yang lain dan orang dalam pekerjaan dan sekolah
 Kapan kien merasa lebih stress
 Suport dan pelayanan orang di sekitarnya
 Depresi merasa kehilangan fungsi, kebebasan dan kontrol.
d. Laboratorium
 Serum elektrolit (k dan Na)
 Glukosa darah
 BUN dan serum cretinin
 Microalbuminuria
 Glycosylated hemoglobin (HbA1c)
 Nilai PH dan PCO2

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan
Dapat berhubungan dengan : Diuresis osmotik (dari hiperglikemia), kehilangan gastrik berlebihan, diare, muntah, masukan dibatasi, mual, kacau mental.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Peningkatan keluaran urine, urine encer. Kelemahan, haus, penurunan BB tiba-tiba, kulit /membran mukosa kering, turgor kulit buruk, hipotensi, takikardi, pelambatan pengisian kapiler.
Hasil yang diharapkan/
Kriteria evaluasi pasien akan : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,keluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Kolaborasi
 Berikan terapi sesuai dengan indikasi:
 Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dextrasa
 Albumin, plasma atau dextran.
R/ - Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.
- Plasma ekspander (pengganti kadang dibutuhkan jika kekurangan mengancam kehidupan atau tekanan darah).
 Pasang atau pertahankan kateter urine tetap terpasang
R/ Memberikan pengukuran yang tepat atau akurat terhadap pengukuran keluaran urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan gangguan kantong kemih (retensi urine atau inkontinensia).
 Berikan kalium atau elektrolit yang lain melalui intravena dan atau melalui sesuai indikasi.
R/ Kalium harus ditambahkan pada intravena (segera aliran adekuat) untuk mencegah hipokalemia.



Tindakan / Intervensi
 Pantau TTV, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
R/ Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
 Suhu, warna kulit, atau kelembabannya.
R/ Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal yang umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
 Kaji adanya perubahan mental/ sensori
R/ Perubahan mental dapat berhubungan dengan glukosa yang tinggi atau yang rendah (hiperglikemia), elektrolit yang abnormal, asidosis, penurunan perfusi serebral dan berkembangnya hipoksia.

2. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh.
Dapat berhubungan dengan : Ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan glukosa oleh jaringan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein atau lemak).
Peenurunan masukan oral: anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
Status hipermetabolisme: pelepasan hormon stres (misal epinfrin, kortisol dan hormon pertumbuhan), proses infeksius.
Kemungkinan dibuktikan oleh : Melaporkan masukan tidak adekuat, kurang minat pada makanan. Penurunan BB, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Hasil yang diharapkan/ kriteria
Evaluasi pasien akan : Mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat menunjukkan tingkat energi.
Mendemonstrasikan BB stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya /yang diinginkan dengan nilai laboratorium normal.

Kolaborasi
 Lakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stiek”
R/ Analisa keadaan di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat (menunjukkan keadaan saat dilakukan pemeriksaan) daripada memantau gula dalam urine (reduksi urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah.
 Berikan larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setengah salin normal.
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira 250 mg/dl.
 Lakukan konsultasi dengan ahli diit.
R/ Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diit untuk memenuhi kebutuhan nitrisi pasien.

Tindakan / Intervensi
 Tentukan program diit dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
R/ Mengindentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapetik.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
R/ Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan mobilitas atau fungsi lambung (distensi atau ilius paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
 Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki termasuk kebutuhan etnik atau kultur.
R/ Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
 Timbang BB setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorpsi dan utilisasinya).

3. Infeksi,Resiko tinggi terhadap (Sepsis)
Faktor resiko meliputi : kadar gula tinggi, penurunan fungsi leukosit, perrubahan pada sirkulasi, infeksi pernafasan yang ada seebelumnya atau ISK.
Kemungkinan di buktikan oleh : ( tidak dapat di terapkan : adanya tendaa-tanda dan gejala – gejala membuat diaknosa aktual )
Hal yang di harapkan / kriteria
Evaluasi pasien akan : mengidentivikasi intervensi untuk menceegah atau menurunkan resiko infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeeksi.
Kolaborasi
 Lakukan pemeriksaan kultur dan ssensitifitas sesuai dengan indikasi
R/ untuk mengidentifikasi organisme sehingga dapat memilih / memberikan terapi anti biotik yang terbaik.
 Berikan anti biotik yang sesuai
R/ penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

4. Kelelahan
Dapat dihubungkan dengan : penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah : insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi : status hieper metabolik / infeksi.
Kemungkinan di buktikan oleh : kurang energi yang berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahakan rutinitas biasanya, penutunan kinerja, kecenderungan untuk kecelakaan.
Hasil yang di harapkan / kriteria
Evaluasi pasien akan : mengungkapkan peeningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang di inginkan.
Tindakan / Intervensi
 Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas
R/ pendidikan apat memberikan motivasi untuk meninkatkan tingkat aktivitas meskipun passien mungkin sangat lelah.
 Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup / tanpa di ganggu.
R/ mencegah kelelahan yang berlebihan.
 Pantau nadi, frekuensi pernapsan dan tekanan darah sebelum atua sesudah melakukan aktivitas.
R/ mengindikasikan tingkat aktivitass yang dapat di toleransi secara fisiologis.
 Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai degnan yang dapat di toleransi
R/ meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat di toleransi pasien.

5. Kurang Pengetahuan ( Kebutuhan Beljar ) Mengenal Penyakit, Proknosis, dan Kebutuhan Pengobatan.
Dapat di hubungkan dengan : kurang pemajanan / mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Kemungkinan di buktikan oleh : pertanyaan atau meminta informasi, mengungkapkan masalah.ketidakakuratan mengikuti instruksi terjadinya komplikasi yang dapat di cegah.
Hasil yang di harapkan / kriteria
Evaluasi pasien akan : mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. Mengidentifikasi hubungan tanda atau gejala degnan proses penyakit dn menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Melakukan perubahan gaya hidup dan beraprtisipassi dalaam program pengobatan.
Tindakan / Intervensi
 Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk pasien.
R/ memperhatikan dan menanggapi perlu perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.
 Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
R/ pertisipasi dalaam perencanaan meningkatkan antusias dan bekerja sama dengan pasien dengan prinsip-prinsip yang di pelajari.
 Diskusikan tentang rencana diit, penggunaan makanan tinggi serta dan cara untuk melakukan makan di luar rumah.
R/ kesadaran tentang pentingnya kontrrol diit akan membantu pasien dalam emrancanakan makan atau menaati program.
 Tinjau ulang pengaruh rokok pada penggunaan insulin, anjurkan pasien untuk menghentikan merokok.
R/ nikotin mengkonstriksi pembuluh darah kecil daan absorbsi insulin di perlambat selama pembuluh darah ini mengalami konstriksi.
 Identifikasi sumber – sumber yang ada di masyarakat, bila ada.
R/ dukungan kontinue biassanya penting untuk menumpang perubahan gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellsitus tipe 2. PB Perkeni, 2002.
2. Diabetes Mellitus klasifikasi, diagnosis, dan terapi. Askandar Tjokroprawito. PT Gramedia Pustaka Utama, 1989.
3. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Barbara Engram. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1994.